Motivasi Inspirasi : Kick Andy "Tak Ada yang Tak Bisa"
Kisah inspiratif dari acara Kick Andy ini semoga dapat menjadi pembesar hati kita bahwa hidup ini harus dijalani dengan semangat meskipun banyak kesulitan. Kadangkala kita iri melihat betapa enaknya hidup orang itu sedangkan kita tidak, sesungguhnya masih banyak yang bernasib lebih susah daripada kita, tapi mereka bisa..!
Tak Ada yang Tak Bisa
Kedukaan, kecelakaan, kondisi kehidupan yang sulit sejatinya adalah ujian yang harus dihadapi dengan hati dan usaha yang besar. Inilah yang diyakini para nara sumber Kick Andy, sehingga mereka bisa melewati semua hambatan, mendobrak keterbatasan untuk mencapai kebaikan dalam kehidupan yang berguna bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Adalah Tarjono Slamet, Pria asal Bantul yang harus mengalami kecelakaan di usia kerja. Sengatan listrik telah membuatnya kehilangan satu kaki dan matinya saraf di kedua tangan. Tapi Tarjono pantang menyerah, ia bangkit melawan keterbatasannya yang datang tiba-tiba itu.
Setelah melewati perjuangan yang panjang, Tarjono kini memiliki sebuah rumah produksi “Mandiri Craft” yang khusus memproduksi mainan dan alat peraga bagi anak-anak berbahan kayu. Kini usaha yang berproduksi di desa Ngangkruk Kretek dan Desa Timbulharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta ini sudah melakukan export ke berbagai Negara. Dan hal terpenting yang harus anda ketahui, rumah produksi Tarjono telah me menampung sekitar 100 perajin yang kesemuanya memiliki keterbatasan secara fisik.
Dari kota Bandung, Jawa Barat, ada Dian Syarif yang harus kehilangan penglihatan hingga 85% akibat penyakit Lupus yang menyerangnya di tahun 1999. Tapi toh baginya, hidup gak berakhir dengan penglihatan yang berkurang. Semangat hidup telah mengantarnya menjadi seorang motivator bagi para penyandang lupus dan low vision di wilayah nasional sampai internasional.
Hidup memang akan lebih indah jika kita mampu berbagi.
Di episode ini, kami juga mempertemukan anda dengan orang-orang yang telah membagi kehidupannya dengan orang lain. Dari Bali ada Wayan Nika yang sejak tahun 1973, saat ia duduk di bangku SMEA sudah menunjukan kepeduliannya pada anak-anak terlantar. Kesedihannya melihat banyak anak-anak kelaparan masa itu menggerakan hatinya untuk membantu. “Kalau perut mereka kosong kan gak ada niat mereka untuk maju,” katanya saat tampil di Kick Andy.
Bermodalkan gaji sebagai guru dan penghasilannya sebagai photographer freelance di hotel berbintang lima di Bali, Wayan mewujudkan semua kepeduliannya dengan membangun panti asuhan Hindu Dharma Jati di tahun 1985. Dua tahun kemudian dia membuka panti asuhan yang kedua di Denpasar, Bali yang mampu menampung 226 anak terlantar. Sampai saat ini Wayan sudah berhasil mengurus sekitar 1400 orang anak asuh, sebagian dari mereka sudah bekerja dan ikut kembali membantu menyumbang panti yang telah mengentaskan mereka.
Sementara seorang ibu Kiswanti dari Parung, Bogor, memiliki alasan tersendiri dalam kiprahnya sebagai pengelola perpustakaan keliling gratisan. Karena kondisi ekonomi yang serba paspasan , Kiswanti harus menggantungkan cita-citanya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Lalu sang ayah menyarankan untuk terus belajar dengan cara banyak membaca. “Jadi oleh-oleh yang tiap hari saya nanti dari ayah saya yang tukang becak adalah bacaan-bacaan bekas, apapun jenisnya,” ujarnya.
Kiswanti mengaku banyak mendapat manfaat dari membaca, sejak itu ia tergerak mengumpulkan buku dan menyebarkan minat membaca untuk anak-anak di kampungnya. Maka, demi buku, Kiswanti pernah mencari uang dengan menjadi pembantu sampai tukang jamu gendong. Sekarang sudah 7000-an koleksi bukunya dan ia dedikasikan gratis untuk semua anak-anak di wilayahnya. Bahkan secara proaktif, Kiswanti juga setiap hari berkeliling dengan sepeda untuk meminjamkan buku-bukunya.
Masa lalu yang tidak menyenangkan, sudah diubah Kiswanti menjadi sebuah semangat yang bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Begitu juga dengan kisah seorang petani asal Agam, Sumatera Barat, Masril Koto.
Kehidupan Masril sebagai petani, seperti kebanyakan petani kecil di negeri ini. Ia tak memiliki modal yang cukup, tak pernah bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan sewajarnya. Ia kemudian memutar otak untuk mencari cara agar bisa mendapatkan modal. Bersama teman-teman senasibnya, mereka kemudian berhasil menemukan sebuah cara yang unik, yakni membuat sebuah bank tani.
Di Kick Andy, Masril menceritakan perjuangan yang tak mudah itu dengan gayanya yang khas, ceria. Berkat upaya Masril dan teman-temannya, kini di Sumatera Barat sudah berdiri sekitar 300 Bank Tani, atau yang secara resmi disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis. “Saat ini, kami sudah memiliki total asset sekitar 5 miliar,” ujar pria yang mengaku lulusan S3 ini. Petani lulusan S3? “Ya saya memang lulusan S3, yaitu SD, SMP, dan SMA melalui paket A,paket B, dan paket C,” jelasnya yang disambut tawa seluruh audience di studio.
Masril dengan kreatifitasnya telah menunjukkan sebuah terobosan agar para petani bisa dan mau bergotongroyong membangun sebuah lembaga ekonomi yang sangat bermanfaat.
Bicara soal kreatifitas, kami juga memperkenalkan pada anda dua orang kreatif asal wilayah-wilayah terpencil di negeri ini. Yang pertama, Erwan Asbun dari Kampung Daun Bango, di Kalimantan Tengah. Untuk menuju kampung ini, kita harus menempuh perjalanan dengan boat yang disambung kendaraan darat dengan waktu tempuh sekitar delapan jam dari Palangkaraya. Tak heran bila tempat ini tak terjangkau media elektronik ataupun cetak. Dan secara kreatif Erwan kemudian membuat sebuah stasiun sederhana untuk memecahkan kebisuan kampung tersebut. Kini Radio itu sudah mencakup di empat Desa dan memberikan manfaat banyak bagi pendengarnya.
Selain mereka yang telah disebutkan di atas, masih ada nara sumber lain yang tak kalah hebatnya dalam mengubah sebuah hambatan menjadi satu hal yang produktif dan berguna. Tak ada yang tak bisa, jika kita benar-benar ingin mengisi kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.