Pengertian dan Sistematika Catatan Kaki

Pengertian dan pengunaan catatan kaki dalam Bahasa Indonesia adalah daftar keterangan khusus yang ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau akhir bab karangan ilmiah. Catatan kaki digunakan untuk memberikan keterangan, menjelaskan sumber pada kutipan buku atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan/ bibliografi, mempunayai sistematika penuliisan catatan kaki yang benar.

Sistematika penulisan catatan kaki
  1. Catatan kaki harus dipisahkan oleh sebuah garis yang panjangnya empat belas karakter dari margin kiri dan berjarak empat spasi dari teks.
  2. Catatan kaki diketik berspasi satu.
  3. Diberi nomor.
  4. Nomor catatan kaki diketik dengan jarak enam karakter dari margin kiri.
  5. Jika catatan kakinya lebih dari satu baris maka baris kedua dan selanjutnya dimulai seperti margin teks biasa (tepat pada margin kiri).
  6. Jika catatan kakinya lebih dari satu maka jarak antara satu catatan dengan catatan yang lainnya adalah sama dengan jarak spasi teks.
  7. Jarak baris terakhir catatan kaki tetap 3 cm dari pinggir kertas bagian bawah.
  8. Keterangan yang panjang tidak boleh dilangkaukan ke halaman berikutnya. Lebih baik potong tulisan asli daripada memotong catatan kaki.
  9. Jika keterangan yang sama menjadi berurutan (misalnya keterangan nomor 2 sama dengan nomor 3, cukup tuliskan kata ibid daripada mengulang-ulang keterangan catatan kaki.
  10. Jika ada keterangan yang sama tapi tidak berurutan, berikan keterangan op.cit., lih [x] [x] merupakan nomor keterangan sebelumnya.
  11. Jika keterangan seperti opcit tetapi isinya keterangan tentang artikel, gunakan loc.cit.
  12. Untuk keterangan mengenai referensi artikel atau buku tertentu, penulisannya mirip daftar pustaka, tetapi nama pengarang tidak dibalik.

Contoh catatan kaki pada kutipan buku

contoh 1
Penalaran otak orang itu luar biasa, demikian simpulan ilmuwan kerbau dalam makalahnya, namun mereka itu curang dan serakah .1) Adapun sebodoh-bodoh umat kerbau, sungguh menggelitik nurani kita. Benarkah bahwa makin cerdas maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki, ataukah malah sebaliknya: makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Menyimak masalah ini, ada baiknya kita memperhatikan imbauan Profesor Ace Partadiredja dalam pidato pengukuhannya selaku guru besar ilmu ekonomi di Universitas Gajah Mada, yang mengharapkan munculnya ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan keserakahan?2)

...............................................................
1) Taufiq Ismail, Membaca Puisi, Taman Ismail Marzuki, 30-31 Januari 1980.
2) Kompas, 25 Mei 1981.

contoh 2
“Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium  yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations(Inggris)*)

“Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional**)
_________
*)Kusamaatmadja Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:Putra Abardin, 1999), p.50.
**)Phartiana I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:Mandar Maju, 2003),p.44.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama